Minggu, 28 Juli 2019

Friendzone

Kamu hanya teman
Lantas kenapa kita memutuskan untuk berhenti berkabar dan mengakhiri perkenalan.

Selang beberapa tahun ini saya tengah asik menjalani pertemanan dengan seorang manusia. Tak ada yang luar biasa, hanya saja dia lucu, sesering kami bercakap via vc whatsApp, kami semakin terbawa arus, entah arusnya deras, atau perlahan sampai kami berdua tak pernah menyadari sudah jauh ternyata kita terbawa arus, mengenal satu sama lain, sampai pada muara dimana kita sudah saling tahu luar dalam, sudah saling tahu luka-luka, makanan kesukaan, lagu-lagu kesukaan, dan banyak hal lainnya yang tidak akan cukup  untuk aku tulis disini.
Kita sudah sangat saling. Tak ada hal yang kita sembunyikan, tak ada jaim-jaim, kita saling mengeluarkan semua keburukan tanpa ada rasa malu, saling menceritakan kekurangan yang alhasil menjadi kelebihan di diri kita masing-masing, kita tak pernah merasa canggung akan hal yang sejatinya aku dan kamu ingin sembunyikan rapat-rapat dari orang lain, kita saling terbuka, kita hanya jujur tanpa beban.

Saya pikir semesta yang mengirimmu

Kita bahkan berjanji desember adalah ceria, kita memutuskan untuk bertatap kening. Beberapa janji-janji kau sematkan diingatanku, meski saya orang yang cepat lupa, tapi seolah kamu memutar kaset berulang-ulang di kepalaku, untuk selalu mendengarkan janji-itu bahwa akan  segera kamu tunaikan.

Kita bahkan terlelap bersama dalam layar hape, kita saling menatap, kita pulas bersama, kita tak pernah mempermasalahkan jarak yang harus menguras kuota.

Semakin hari, puing-rindu yang tak bertuan akhirnya melekat pada raut yang tiap malam saling menatap lewat layar hape. Kita semakin mempersoalkan jarak, semakin mengigau ingin punya pintu doraemon, semakin kacau ingin mempercepat waktu, semakin tidak warasnya ingin punya baling-baling bambu doraemon atau setidaknya awan kinton dragonbal. Kita semakin tenggelam pada laut yang sama-sama ingin kita arungi.
Kita awalnya menganggap pertemanan ini adalah hal yang biasa, entah kapan berubah jadi luar biasa.

lalu tetiba sepi, ‘kamu hilang’

Pencarian ke 3 hari berturut-turut kamu membalas puluhan pesan dengan beberapa kata saja, hal yang aneh, aku temukan, kamu bukan lagi teman yang ku kenal 3 hari yang lalu.

Kamu berbeda

Saya akhirnya memutuskan mengirim pesan bertubi-tubi, tepat menyentuh ke harga dirimu mungkin, kemudian kamu membalas dengan 4 kalimat, jawaban yang memang berkali-kali terlintas di kepalaku 3 hari belakangan pasca hilangnya kabarmu, kita akhirnya saling terbuka, merasa berat, berusaha ikhlas, kita akhirnya berhenti menjadi saling kenal. Kita memutuskan menjadi orang asing kembali, seperti pertama kali.

Hanya saja tak mudah, hari-hari ini semakin sepi.

Dulunya terbiasa sendiri, lalu mengapa akhirnya rapuh LAGI.