Kamis, 31 Desember 2020

bukan karna singkat lalu dengan cepat berlalu.

Dalam sebuah cerita ada sepenggal kisah.


Kamu adalah bagian dari perjalanan panjang yang tengah ku lalui, bukan sebuah persimpangan, tapi jalan lain ku menuju ke tempat tujuan, beberapa kenangan bersama membuat beberapa ingin hadir untuk lebih lama melalui jalan lain ini. Demi untuk tetap bersama, saya memilih melakukan kesalahan. Demi sebuah hasrat, angan selalu terasa manis, ketika kamu menjadi pelipurku. Untuk menyalahkan waktu pun, ku pikir hal yang manusiawi. Mengapa kita bertemu setelah aku sudah memilih hidup dengan dia. Betapa bodohnya, mendamba angan dengan dua masa yang memang mustahil untuk di lalui secara bersama. Memilih akhirnya terasa menyakitkan, ketika hal yang baru terasa lebih menyenangkan, bukan berarti sanggup untuk pergi dari kenangan lalu, sebab kenangan itu masih terasa manis, ketika di kenang betapa bahagianya kita saat itu. Kenangan lalu dan yang saat ini tak pernah ada yang saling menggantikan. Iya hanya saling merebut ingatan, entah kenangan apa yang paling bertahan lama. Dan kecewa mana yang lebih menghempas. 

Saya rasa semua hati berharga untuk di jaga. Itu yang selama ini aku lalai. Ku lalui dengan bahagia, tapi justru malah menunda kecewamu. Ku lalui dengan menyiksa diri, tapi rindu lebih menggema mengeja namamu. Ku pikir langit pantas menghukumku, karna telah berbuat keji terhadap ketulusan dari kalian. Tapi rasa yang saat itu membuatmu merasa begitu berarti bagiku bukan dokumenter. 
Bukan sesuatu yang ku rencanakan dengan matang untuk memenuhi kesenangan logika. Sebab iya berasal dari lubuk yang terdalam dan tak terselami. 


Semoga ketika kamu melalui hari tersulit, kamu selalu berdiri kuat dan sehat. Untuk tetap tangguh bertemu pada apa yang memang tercipta untuk disandingkan dengan hatimu yang tulus. 

Jumat, 18 Desember 2020

"Di ujung jalan yang tak berujung"

Perjalanan yang panjang dengan sejuta pengorbanan...
Perjalanan yang melelahkan dengan segudang energi...
Perjalanan yang panjang namun tak jelas tujuan...
Perjalanan yang manis dengan sejuta tangis...

Kamu tahu apa akhir dari penantian? Iya adalah tanda tanya (?), dengan cikal bakal beberapa kisah. Kita tak pernah bisa tahu, apakah rencana dengan angan-angan manis ini bisa sampai ke langit dengan selamat sentosa, dengan dukungan semesta iya bahkan bisa kembali ke bumi dengan ikut bersama hujan. Entah akan menjadi tunas atau sabagai penyambung hidup bagi kehidupan lainnya. Kuharap semua yang terbaik.

Entah mengapa...
Rencana hidup yang sudah sampai pada ambang batas yang telah ditentukan tak kunjung sakral. Semua doa dan harapan sedikit demi sedikit saling menyalahkan atas apa yang telah dikorbankan tanpa kemenangan.

Roh yang masih tinggal pada tubuh pun tak pernah mengira, hidup akan begitu menyakitkan untuk sebuah ingin.

Mengupayakan sekuat batin, menyita seluruh harap, mengumpulkan seluruh keyakinan, meminimalkan seluruh cemas, dan tegas menolak niat baik pun semakin mengokohkan benteng penyesalan.

Yang ramai di perdebatan kini adalah waktu yang begitu sia-sia kita habiskan bersorak-sorai. Tanpa mengingat sedih adalah hal pasti yang akan diselang selingi masa.

Kita terlalu meyakini masa ini akan membawa kita sampai pada akhir perkenalan dan awal bagi kehidupan yang berstatus legal dimata Agama dan Hukum.

Dan kini kita telah sampai pada gerbang kesadaran realitas yang menyatakan kita tak pernah kemana-mana.

Saat kesadaran ini sudah hampir pada 95%, kita akhirnya mengevaluasi perjalanan ini, bahwa benar, semuanya tidak benar. Waktu semakin menua, kita pun ikut merana. 

Kita masih seperti pertama kali bertemu, melaluinya dengan ala kadarnya. Ku pikir langkah-langkah kecil membuat kita hampir sampai. Ku pikir samudera yang kita arungi membuat kita tangguh pada ombak-ombak yang datang dengan berbagai gejolak.

Ku kira kita menjadi dewasa dengan berbagai macam perdebatan hebat yang bisa kita tengahi. 

Nyatanya masa yang terus berjalan, umur yang makin bertambah, dan jatah hidup yang makin berkurang. Niat yang hanya sampai pada kosa kata tak lagi berarti apa-apa. Waktu menjadikannya sepele. Dengan menganggap semuanya enteng. Kamu yang tanpa sadar sedang berada di peluk penyesalan. Dan aku yang tidak tahu diri sedang gencarnya menyalahkan takdir.

Andai kata 'andai' adalah kata kunci untuk mengembalikan waktu. Ku ingin meng(aamiin)kannya berjuta kali. Jika dibolehkan, ku ingin melalui kembali lembaran yang kulewatkan dengar tergesa-gesa. Akan ku lalui dengan penuh kehati-hatian, Agar apa yang melewatkanku saat ini tidak menjadikan penyesalan(ku) menang, karna telah berkali-kali ku langitkan. 

Dikemudian masa nanti, jika diberi kuasa, ku teguhkan tekad agar kepala ini sanggup menghapus kosa kata, yaitu "seandainya", sebab *mengembalikan waktu* adalah kemustahilan, sebab jalan pintas itu di lalui para pecundang untuk dapat berlari kencang. Bukan malah membuat pergi, tapi justru membuat kita tak bisa kemana-mana. Terkurung bersama sejuta penyesalan.

Asa membuat kita terbiasa bersama. Bukan karna rasa yang masih sama, detak yang tak lagi menggebu beradu pacu, malah makin menuntut dan mengutuk perihal ketidakpastian yang masih menjadi janji semu.

Kita tak kuasa berpisah, sebab berpindah bukan cara membinasakan jenuh.

Kita terdiam, di sudut singasana masing-masing, memaki dalam-dalam atas ketidakmampuan menyudahi perdebatan yang menyisakan rasa perih tak tertahankan.

Ku usap kepala agar kembali berakal sehat...

Kembali ku ulas kisah clasik kita, mungkin dengan menyisir lagi bongkahan itu dapat  meminimalisir penyesalan saat ini. ku lumat kembali air liurku untuk menahan sesak, mengingat lagi kejadian yang mengobrak-abrikkan rongga dada. 

Kutarik nafas dalam-dalam, ku buka kelopak mata yang sedikit terpejam, kulihat Kamu yang tersenyum di antara bias-bias cahaya benderang menyilaukan.

Sambil kutatap dalam-dalam, dan ku masak pikiran ini matang-matang. Ada hal yang sempat ku sesali dari penyesalan ku bertemu kamu, bahwa kamu memang penyelamat sekaligus tanda tanya (?), sebab bendungan penahan air mataku pun seketika lebur bersama harapan-harapan baru, yakni harapan yang masih tengah ku upayakan. 

Bersatu yang bahkan belum menyatukan. Rumah yang belum memilih tangga. Sepasang yang belum jadi pasangan. Karna kita adalah kosa kata yang belum lengkap, sebab tanya (?) adalah takdir yang belum hadir di tengah aku dan kamu. Dan kita sebagai jawabannya.