Seperti kita mengingat hari itu, bukan berarti rasanya masih sama, teguhnya masih seperti saat itu, kita pernah berjanji, tapi sekarang hanya omong kosong yang tertinggal di kenangan, dia tidak pernah ikut bersama langkah yang kita papah sejauh ini, karna janji pernah kita hadirkan untuk saling mengikat diri, bukan berarti semesta memihak saat itu, bukan berarti pula kita pantas mengutuk waktu, karna kita pernah saling mengikat harapan, bukan berarti kita hilang harapan, juga bukan berarti kita menghakimi lenyap yang pergi tanpa sungkan, kita pernah satu bukan berarti saat ini kita cerai berai lalu menyesali rasa yang pernah hadir sangat ekstrim, kita pernah dua hal yang jadi satu bukan berarti kita tak dapat melangkah tanpa saling memapah, kita pernah saling memberi nafas, bukan berarti saat ini tak berhembus, kita pernah beradu dalam rindu yang di rundung senja bukan berarti kita benar-benar memihak lupa, kita yang saat ini acuh bukan berarti tak pernah habis-hanisnya peduli, dulu adalah kota di mana kita pernah saling menggenggam hati satu sama lain, saling percaya tindakan dengan mengubur bohong yang saat itu marak menjadi karakter utama, kita pernah sedekat urat dan nadi, namun kini seperti mata yang tak dapat melihat telinga, kita pernah sepekat malam, menjadikan kita kopi, saat manis dan pahit bersatu. Kita pernah seperti malam dan siang, saling terhubung memuju ke waktu yang bergulir dengan mutlak. Kita pernah, mungkin hanya sebatas kata 'kita pernah'. Bukankah kita manusia, mahluk yang hanya sebisa usaha? Sebisa berencana, karna kita pernah merencakan masa depan bersama-sama, lantas apa pantas jika saat ini kita kembali menjadi orang asing seperti sebelumnya? Sebuah kata yang hilang, saat denganmu. Tentang bagaimana bara di dada, bertemu denganmu kembali, membuatku menolak lupa, bahwa sakit pernah di hadirkan olehmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar