Sabtu, 31 Agustus 2019

Siklus menemukan ketetapan

Setelah hari, hari menahan beberapa kesedihan di kelopak mata, akhirnya hari ini memutuskan untuk pergi dari rasa cemas, dari rasa menyayangi sepihak, dari rasa rindu yang tak kunjung dihiraukan, mungkin bagi yang teguh tidak akan berakhir tragis seperti cerita ini, hari-hari yang sudah dilalui biarkan berlalu, semoga sesal tak menetap, sebab dendam adalah bagian terpendam dari (tidak) ikhlas. Setelah hari ini, setelah menyiksa mata berkali-kali, setelah pernah berusaha sepenuh hati, bukan berarti jalan harapan sirna, sebab untuk bertemu hati yang lebih simetris bukankah teka-teki yang gampang-susah untuk di pecahkan ?

Alangkah mudahnya hidup jika tanpa tanya.
(?)

Keyakinan tidak akan membantu banyak untuk menyatukan setiap niat yang teguh. Beberapa mesti terlewat dengan banyak air mata, entah dengan banyak menahan, entah dengan banyak berdusta, entah dengan sesering-saling melukai, semua cara sudah jadi jalan. Sulit memang selalu hadir, saat teguh bersungguh-sungguh mengajak pergi berlalu. Selalu saja ragu, dan sakit di perjalanan, hal yang wajar bagi yang selalu berupaya. Sebab melupakan tak semudah mengenalmu di dalam hati. huft... mesin pengingat berkekuatan turbo paling langka. Meski telah retak ditiap sisinya, masih saja berfungsi seperti sedia kala.
(seiring waktu)

Berusaha lebih bijaksana, dan tahu, kapan waktu yang tepat untuk berhenti. Setelah berkali-hari bersandiwara, hingga cerita indah berganti pahitnya sakit hati yang berulang-kali coba untuk diatasi. Menyerah bukanlah sesuatu yang menghentikan segalanya bukan?

Jika dipikir kembali, janji dan kata-kata yang sakral telah lama kehilangan arti. Oleh ulah-hati yang pandai bersilat ludah.
(Lidah sudah mainstream)
Mengucapkan dengan mudah, terlebih mengingkari tentunya.

Jadi pecundang berkali-kali untuk rasa yang sia-sia. Saya rasa semua orang pernah berperan pada karakter seperti itu. Bahwasanya mengatasi tiap ego berbeda adalah gambaran dari hati. Lantas jika yang berhasil melalui itu, percaya, bahwa semua tak akan semudah yang terlihat.

Jika kamu mengerti, mungkin kamu pernah ada pada situasi seperti itu. Atas segala curahan yang pernah dititipkan ke seseorang, tiba-tiba saja sirna, lebur bersama pelangi menjelang senja, dan lenyap dihempas asa yang terasa sejuk tapi melelahkan.

Harap yang sudah kau cukupkan pada hal yang pasti. Namun ternyata salah. Kehabisan harap adalah kehampaan yang makin berkuasa di-dirimu. Jangan biarkan waktu menyita sisa umurmu untuk suatu yang tak pasti pada ketetapan. Jika kau siap mendengar janji, kamu harus siap melepas janji itu terbang mengangkasa. Jangan mengabdi pada ucapan yang semu, iya tak akan berwujud meski jasadnya masih bernafas.
Iya tak akan bertahan bagai detak jantung yang selalu merahasiakan kapan ia terhenti.

Kala jiwa-mu  sendu, dan kehabisan cara untuk melanjutkan harapan, kembali lagi untuk mengenali dirimu, menyayangi dirimu utuh, jangan berlama-lama berduka, hanya akan membuat harga dirimu terluka, menukar jiwamu pada sesuatu yang kacau. Jangan menjadi bodoh berlama-lama. Untuk orang yang bodohnya dua kali lipat karna telah meninggalkanmu.

Suatu saat, jika kamu sudah mulai lelah berjalan, kau akan melihat muara. Muara yang akan membawamu membuka mata hingga menutupnya kembali tanpa rasa cemas. Kamu akan jadi bagian penyempurna iman seseorang, gundah akan berlalu-sirna.

Semoga...
Besok, setelah kamu melihat mentari, kau akan sembuh, dan akan datang seseorang yang selalu setia berdoa, dan kamu jawabannya dari doa itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar