Rabu, 25 Desember 2019

Kamu yang berkelana, aku tak ke mana-mana.

Semua masih buram, entah itu tujuanmu, atau mungkin soal penantianku, aku benar-benar gagal paham, tentang siapa dan mengapa, penantian itu masih ku lalui, kamu yang mungkin masih hilang arah, dan aku yang menetap tanpa alasan, kita bagaikan bagian yang kehilangan temu, kita bagaikan rumah dan penghuni yang tak tahu arah pulang, entah kamu yang sudah mulai lelah berjalan, atau aku yang sudah jenuh menanti, kita bagaikan arah yang tak bertujuan, entah mengapa demikian, mungkin karna doaku yang selalu menyebut nama orang lain, mungkin usahamu yang pantang menyerah bukan pada tuannya. Apa kamu tahu, kita berjalan searah namun di jalan yang berbeda, mungkin kamu melaluinya dengan bersepeda, dan aku yang menyebranginya dengan berenang. Kita punya cara masing-masing untuk sampai pada apa yang ingin kita capai. Kamu tahu, semua orang hanya ingin segera sampai, tanpa ingin melalui pahit manisnya perjalanan. Aku mungkin adalah sebagian orang yang sabar dari 1/2 orang yang terlalu ingin terburu-buru karna begitu ingin memperoleh gelar nyonya, pun tak munafik menginginkan hal demikian. Mungkin beberapa dari isi kepala yang bertanya mengapa, kenapa, dan bagaimana adalah caramu menerima informasi terbaru soal komposisi asmara tiap hati yang berkepala sedikit tak waras karna terlalu menggebu-gebu. Tapi aku sedang waras-warasnya, untuk memikirkan bahwa dicintai tak melulu soal apa yang kamu miliki, tapi bagaimana kamu menyayang diri sendiri, bagaimana kamu menyayangi kedua sosok yang paling berjuang mempertahankan agar kamu tumbuh dan pantas berada di muka bumi. Kita terkadang merendahkan, menilai dengan seenaknya, seorang anak yang sudah sepenuh hati bersanding usaha agar anaknya tetap bahagia. Tapi justru sangat mudah di buat nangis oleh cinta pertama(nya) yang di damba-dambakan kisahnya tak jauh beda dari drama korea favorit masa kini. Terlalu naif dan gampang terluka. Terlalu dini dan mudah disakiti. Kita bahkan menganggap diri kita bukan apa-apa, yang justru sangatlah di-emaskan bagi kedua orang (tua) yang paling berjasa di nafas kita. Lalu mengapa kita mesti ciut ketika perkataan orang yang kadang kurang berlogika merobek waras?, Toh kita sendiri yang mengupayakan cinta tetap ada bahkan di tengah peperangan ego. Yang memaksa untuk lebih benar dari kesalahan yang berulang. Kita justru menyepelekan kesalahan kecil agar terlihat sempurna dimata tapi tak di batin. Kita bahkan mengusahakan hal yang sia-sia. Tanpa perduli benar salahnya. Kita selalu mengesampingkan nalar dan menaruh ego jauh di paling belakang otak kita. Kita selalu merasa yang paling tersakiti di muka bumi. Entah mengapa, ketamakan selalu memenuhi ruang di dada. Kita lupa, bahwa setiap hal yang hadir adalah kesiapan kita dalam menjalani itu sudah sampai pada batas. Dan yang kita lakukan malah melebih-lebihkan, membuat sekitarnya tergambar dalam keadaan yang paling duka. Padahal perjalanan aku, kamu dan dia bukanlah satu-satunya perjalanan terpahit dari rasa yang paling pekat sedunia.

Entahlah,,, ku pikir perjalananku akan semudah dia yang membuatku merasa iri, yang membuat dia melakukan dosa entah tanpa sadar. Kamu tahu, kita tak pernah luput dari kesalahan yang tak di sengaja, kita tak pernah sanggup menghindari lalai dari sebuah tanggung jawab, sebab kita lebih memilih memperlihatkan kebahagian-kebahagian kepada banyak orang, yang belum tentu akan terlihat baik-baik saja dimata mereka. Sebaliknya di keadaan duka, kita tak ingin satu pun menyadari akan kemalangan itu. Kita lebih menyombongkan kebohongan dibanding kebenaran yang selalu kita simpan rapat-rapat dalam diam. Hidupku yang sama sekali jauh dari kata baik pun masih sesering itu melakukan kebodohan yang kutahu dampaknya. Manusia memang seperti itu, melakukan kesalahan yang sudah diketahui akibatnya dan enggan berbenah. Manusia yang paling jauh dari Allah, sebab lebih memilih waktu dunia yang dianggap mengasyikkaan dari pada perjalanan waktu ke akhirat. 
(Mengaji)
Maaf karna nafasku yang sia-sia memilih mengabaikan agamaku.
Maaf ku ingin waktu yang panjang dengan dosa yang berlimpah. 
Maaf karna egoku yang selangit memporak-porandakan keyakinanku pada islam.

Allahuakbar, maaf ya Allah, malam ini ghibahku terlalu panjang, hingga lupa kekuranganku yang sejagat raya.
Dari aku yang selalu ingat mati tapi shalatnya masih bolong-bolong.

Kamis, 12 Desember 2019

semestaku isi kepalamu

Aku selalu ingin tahu, apa yang sedang menjadi topik utama di otakmu saat ini, apa yang membuat kepalamu bekerja lebih giat dari biasanya, aku selalu ingin tahu apa yang hatimu tuju hari ini, bagaimana suasana hatimu saat ini, semoga tidak berderai seperti hujan yang saat ini menyerbu atap rumahku. Sebab yang selalu ku nanti adalah tentangmu yang baik-baik saja, tanpa memberiku kabar apa-apa. 
Halo... 
Malam ini hanya ingin kamu tahu, bahwa beberapa hari ini aku kurang baik-baik, bukan cengeng atau ingin mengadu ke siapa-siapa, tapi hanya ingin kamu tahu, sekadar di tahu, bahwa sakit lebih menyakitkan ketika sepi ikut andil. 

Bukan supaya kamu ikut sedih, hanya saja aku ingin kamu tahu kabarku, seperti aku yang diam-diam selalu mencari tahu kabarmu. 

Perihal rasa, tak usah memberatkanmu, sebab tidak pernah sekalipun aku meminta rasamu haruslah lebih besar dari apa yang ku emban saat ini. Soal tanggung jawab, kamu tak wajib mempertanggungjawabkan apa yang tengah dan telah aku lalui.

Setiap hari-hari mengingatmu mungkin adalah perjalanan menujuku melupakanmu, jangan iba atau merasa kasihan, sebab perasaan bukanlah hal yang harus kamu balas dengan rasa seperti itu. 

Bahkan hari-haru yang kita lalui, sudah banyak memudar di ingatanku, aku hanya mengingat tentang kamu yang memilih berjalan tanpa mengajakku ikut serta. "Hari itu benar-benar tiba akhirnya", itu yang terbersit di kepalaku yang minimalis akan kenangan. 

Kamu jangan tertekan, aku tidak pernah ingin membuatmu merasa terhakimi, sebab pengadilan sama sekali bukan bidangku. Kamu jangan merasa berat hati, sebab ku pikir hanya langkah kaki temanku yang benar-benar berat karna obesitas. 
(Tolong jangan minta aku sebut nama)

Hari ini, orang yang akan melihat beberapa paragraf pun berpikir, bahwa aku tengah tenggelam pada perasaan terhadap mantan. 

Jangan cepat menyimpulkan sesuatu yang sama sekali tidak kamu tanyakan langsung ke orangnya. 

Sebab mantan-mantan yang pergi adalah orang yang pantas mendapat caci maki bahkan 1000 tahun lagi, orang-orang yang di beri kepala tapi di gunakan di bokong, dan orang-orang yang di beri hati tapi di jaminkan di bank sampah. Mungkin bunganya di sebut bunga tai manu.
Whatever...

Sekali lagi aku juga bukan kenangan yang baik atau sosok yang baik untuk di kenang, saya pun punya berjuta ego, dan punya segudang keras kepala, cengeng dan pasti selalu marah pada hal-hal yang menurutku kurang wajar. Dan pendendam.
Saya juga bagian dari orang-orang terburuk, tapi selalu berhati-hati agar tidak dengan mudah atau tak di sengaja merusak kebahagiaan-kebahagiaan besar pun kecil milik siapa-siapa.

Eh, baru saja, telponku berdering, mungkin tersentuh tombolnya ketika bapak berbalik badan dalam lelap, tapi tetap ku angkat, padahal tahu betul, jam tidur bapakku setelah shalat isya dan makan malam.
Ku angkat dengan rengekan, dan berkata "pak sakitka pak, sendirika, sakitka bapak"
Seperti itulah sifat cengeng yang menyebalkan yang tak pernah enggan ku hilangkan dari karakter yang ku jalani.

Maaf jadi berceceran kemana-mana, jadi melow kayak meong. Kamu tahu apa yang paling menyakitkan dari kesendirian? Adalah mmembeli obat di apotek untuk diri sendiri, menyelimuti diri sendiri, dan membuat tenang diri sendiri itu yang paling berat.

Mengobati yang lain, tapi terjadi pula virus lainnya. Sebagai penggugur dosaku yang sudah benar-benar menggunung. Entah kenapa manusia, eh bukan, saya sendiri, paham betul tentang dosa tapi sering saja selalu mengulangi. Remedial laknat.

Tertidur setelah waktu isya ku pikir akan membuatku lebih nyenyak, tapi isi kepala yang seolah terisi banyak benda antik, dan hidung yang di penuhi busa hingga membuatku sulit mengudarakan oksigen di dadaku, justru membuatku terbangun dengan rasa yang menyakitkan, sebab tak ada siapa pun di sampingku. 

Sudah dulu, ingin mencoba kembali tertidur, agar terkumpul tenaga untukku tetap bisa mengisi absen kehadiran di kantor tempatku sering ngedumel.

Good night kata orang romantisnya.....



Selasa, 03 Desember 2019

pengulangan sebagai pengingat

Kita tidak pernah tahu, sebising apa tangisan pertama kita ketika beranjak dari rahim mama agar supaya kita juga dapat merasakan nyamannya oksigen, hangatnya sentuhan orang-orang yang menanti, besarnya kasih sayang orang-orang yang bahkan belum pernah melihat raut kita. Dan satu hal yang pasti, bahwa luar biasa kesakitan yang mama rasakan untuk mengusahakan agar si buah hati selamat sampai tujuan. Untuk bisa berjumpa dengan semua keluarga yang menanti kehadiran kita, dan untuk bisa bertemu dengan manusia lainnya di muka bumi. Hari ini usiamu bertambah, bulan kemarin usiaku bertambah, esok entah usia siapa yang berakhir, dan lusa siapa pun kalian semoga selamat sampai ke permukaan muka bumi tanpa kurang kebahagiaan apapun.
(Aamiin)

Terlebih ungkapan yang banyak sedih, dan lebih banyak syukur seharusnya, karna bisa bertambah lebar dan tidak bertambah tinggi, karna bisa beranjak dewasa dalam segi umur, meskipun kekanak-an yang tak kunjung reda. Bukan karna terlalu menikmati masa tumbuh kembang, bukan pula kurangnya kenikmatan masa kecil. Jangan gampang menjust siapa pun, dan jangan menghakimi tiap watak seorang anak, karena mereka tumbuh dan berkembang dengan banyak kasih sayang dari orang tua mereka masing-masing. Dan kita tidak pernah tahu sekeras dan seteguh apa pengorbanan orang tua mereka agar supaya mereka bisa lebih di anggap keberadaannya di era yang sekarang ini, masa dimana terlalu menggampangkan hidup orang lain. Meski-pun cara tiap orang tua menyayangi berbeda dan terkadang kurang tepat. Yang ku tahu mereka melakukan semua itu hanya dengan satu alasan. Yakni "Mengasihi"

Hari ini diberi ucapan selamat, entah harus merasa bahagia ataukah malu buatku. Sebab di umur yang sudah tidak muda lagi, beberapa orang hanya memikirkan kenapa belum berkeluarga. Benar-benar membuat saya gagal paham, dan tak mampu beretorika. Sebab saya punya keluarga lengkap, punya kedua orang tua, punya dua kakak dan dua adik. Dan menurutku setiap keluarga berharga bagi tiap nyawa.

Ku ingat lagi, masa dimana saya masih abg, mungkin Setingkat SMA bisa ku anggap sebagai masa abg ku, pernah kepikiran dan bertnya-tanya di kepala tapi tanpa hati, "kira-kira Allah mempertemukan jodohku di umur yang ke berapa yah?" 
Dasar abg labil, baru kali ini mengerti bahwa perjalanan untuk sampai ke fase itu tidak semudah beberapa orang yang ku anggap beruntung.

Hidup tak pernah baik-baik saja, hidup tak pernah seindah yang kita ingin-angan-kan saja, hidup tak se-happy ending drama korea. Bahwa hidup hanya baik-baik saja bagi beberapa orang-orang beruntung saja. 

Mungkin jenis keberuntunganku berbeda dengan keberuntungan orang lain, sebab setiap nyawa yang berhasil menghembuskan nafas ke muka bumi adalah keberuntungan yang tiada terkira bagi saya pribadi.

Kembali lagi ke pandangan orang lain terhadap hidup yang kita jalani dengan baik-baik saja, kita bahkan merasa cukup dengan apa yang belum kita miliki, tapi ketika seseorang sudah memberi komentar atau pertanyaan, kita kembali merasa putus asa, merasa lebih banyak kurang dari yang lain, merasa benar-benar berpijak di titik terendah permukaan bumi, dan kembali lagi berkali-kali berbesar hati, mencoba lagi berlapang dada, berusaha lagi memperbaiki pikiran-pikiran yang terlanjur di obrak-abrik oleh beberapa argumen yang keluar tanpa tahu kapan harus menggunakan tanda bacaan (.,) Mungkin bagi mereka pertanyaan adalah hal yang sangat lumrah, membuat maknanya terkesan seperti lelucon yang benar-benar tidak ada unsur lucu-lucunya sama sekali, menurutku pertanyaan seperti itu bukan lagi sedikit kurang benar, tapi benar-benar tidak pas. 

Berkali-kali menata perasaan agar tidak terlihat hina. Berkali-kali mengusahakan jawaban yang logis agar tidak terlihat buruk, berkali-kali memilih kosa kata yang sederhana agar terlihat santai, dan berkali-kali pula memperbaiki pemikiran-pemikiran yang salah terhadap Allah SWT. Berbaik sangka, bersyukur, dan sabar.

Mengapa manusia sesering itu mempertanyakan jodoh (tulang rusuk).
Padahal jodoh yang paling dekat dengan manusia adalah ajal. Mengapa mempertanyakan hal yang bagi dunia anggap nyata, sedang ajal pun pasti.

Pertanyaan yang paling ingin terlontar dengan lantang ketika diberi pertanyaan kenapa (?) alih-alih menghakimi,  tapi tak pernah benar-benar lidahku bertenaga memberi ritme pada pola beberapa kata tersebut.

Sudah larut...

Mungkin besok ku lanjutkan, atau mungkin besoknya... Jika diberi umur berlebih, jika diberi nafas berlanjut. Dan semoga terus dialiri rezeki berpikir untuk menulis sesuatu yang biasa untuk pembaca yang luar biasa, yang senantiasa menyempatkan mata, pikiran dan hatinya untuk melirik blog ini.

Selamat terlelap pulas dengan mimpi yang baik-baik, dan dengan doa yang paling aman. Untuk kamu yang hari ini bertambah tua, tapi benar-benar tidak dewasa menghadapiku. Untuk kamu yang memilih pergi meski telah ku pinta berkali-kali menetap. Untuk hati yang berkelana jauh, tak akan pernah menjadi milik siapa-siapa, yang di takdirkan menjadi milikku seorang, dari Allah SWT untuk aku.

Dari aku yang tengah berupaya menjadi milikmu.


90:4 Dec