Kamis, 15 Juli 2021

perbandingan milikku dan milikmu.

Malam yang sendu, hujan selalu saja menyisakan dingin dan sepi, begitu pula kenangan, selalu menyisakan kecewa meski banyak bahagia telah berlalu jauh lebih dulu di lampau. Ku amati lumat-lumat, orang-orang yang menyakiti lalu, hidupnya bahkan lebih bahagia dari apa yang terlihat dari layar handphone, terlebih lagi di dunia nyata. Selalu saja ku pertanyakan kepada Tuhan. Meski tahu hal itu adalah dosa. 

Seharusnya hal demikian tak pantas muncul di kepala, tapi naluri manusia yang penuh dosa selalu saja berontak, berbisik dari lubuk benak. Tidak sekalipun kutemukan jawabannya. Meski pasti, jawaban itu selalu ada. 

Hal lain, alasan mengapa aku yang selalu jadi yang tertinggal dalam segala hal, apa untuk lebih giat?, agar supaya di ujian selanjutnya lebih tabah?, atau mungkin jarak antara hatiku dan Tuhan sudah terlampau jauh dari rasaku ke kamu? Mungkin memang semua yang terjadi butuh alasan dan sebab sehingga kita selalu di pertemukan pada perseteruan argumen. Saling menyalahkan, saling membela diri, saling mengukur perjuangan, padahal semua rasa yang dulu adalah suka rela tanpa pamrih. Saling menuntut akan memberi dan diberi. Padahal dulu, kita selalu saja saling mengupayakan akan segala hal. Saling memberi arti, saling memberi ruang untuk juang yang tak sedikit waktu.

Perlahan waktu dan langkahmu yang makin samar, makin tak ku temukan dirimu, membuatmu berubah, membuatmu beda, mengenal seseorang yang lain, menjadikanku perbandingan, antara baik dan banyak buruk yang dulunya kamu terima dengan lapang. 

Lalu berubah menjadi hal yang tak dapat kamu tolerir, setelah perjalanan kita yang hampir sempurnah.

Selalu ku ingin menjadi jahat, demi untuk membalas rasa kecewa, dengan benar-benar berniat. Lalu luluh lantah, tak berdaya ketika pesan singkat darimu yang berisi 'maaf'
Sungguh tak ada dayaku untuk berusaha menjadi jahat kala itu adalah cara ringkas yang menurutku setimpal untuk kamu rasakan pula. Tapi sampai pada niat, sama sekali tak bernyali untuk menghidupkan niat busuk yang akan membuatmu kecewa. 
Sebesar itu usahaku membuatmu terjaga, dari rasa kecewa. Dari rasa khawatir, dari segala rasa yang menyesakkan rongga dada. 

Memang hati yang lemah, adalah tempat paling bisa untuk menangisi segala hal dan menjadi baik-baik saja setelahnya. 

Kamu tahu kenapa sampai saat ini aku belum siap baik-baik saja? 
Sebab, begitu banyak bahagia kita dulu, yang selalu ku bandingkan dengan bahagia yang ku hadapi saat ini, yang masih seumur jagung, sama sekali berbeda dwngan kenangan yang dulu kita bangun berdua. Bukan karna dia yang pergi jauh lebih baik dari yang saat ini tengah berusaha mendapatkan hatiku. Bukan, bukan sama sekali, hanya saja, waktu membuatku terbiasa menghadapi sosok kemarin. Yang sungguh membuatku sedih, bukan karna tak lagi tahu kabarmu, tapi karna gagalnya rencana masa depan yang ku rakit dengan sepenuh jiwa yang saat itu rapuh. Sosok pemendam ketika mengekspresikan amarah di kepala, dia yang memilih diam saat marah adalah kebiasaanku saat itu, meski kadang kebingungan, 'aku salah apa yah?' Tanpa berpikir panjang,  ku akan meminta maaf dari dia yang bertahun-tahun selalu punya maaf untukku yang cukup kekanakan. Kadang ketika amarahnya belum juga reda, membuat diri berhari-hari merenung, sebab yang menjadikan dia kesal bahkan hal yang sama sekali tak terduga, dari waktu ke waktu yang ku habiskan bersama selama kurang lebih 5 tahun. Masih saja ku dapati diriku terbiasa meminta maaf tanpa tahu kesalahanku apa. 

Sampai saat ini, rindu masih sendu, beradu pada haru, sebab hari ini ku lihat senyum dibibirmu yang bukan lagi untukku, bukan aku yang tepat di sampingmu, mendapati kabar baik darimu, bukan aku lagi ruang untuk segala moodmu yang kacau. Menikmati senyummu adalah hal yang paling hangat, yang bisa aku dapatkan dari kamu yang lebih banyak diam dan asyik dengan duniamu sendiri. 

Ku ingat lagi, terkadang ketika ku rindu merdunya tawamu yang terbahak, ku coba untuk menggelitik bagian sensitif yang ada ditubuhmu. Kamu akan sangat terbahak ketika merasa geli. 

Ku ingat lagi, ketika menemanimu bermain futsal, sederas apapun keringat yang jatuh dari tubuhmu, sama sekali, tak meninggalkan aroma tak sedap. Kamu yang bahkan memakai parfum sesekali pun tak pernah ku dapati kamu dengan bau jigong, tidak termasuk bau kentut. Selama melalui hari-hari beberapa tahun kemarin, tidak sekali pun, indra penciumanku memprotes wangimu yang kurang enak. Sungguh beberapa dari banyak hal yang ada padamu adalah hafalan di luar kepalaku.

Sekuat apapun, kuberjalan, selalu saja album foto 'kita' ku buka sambil menitikkan beberapa butiran air mata. Sambil menengadah dalam-dalam benak bertanya dan masih mengira semua ini hanya mimpi belaka. Bahwa kita akhirnya menjadi orang asing dengan sengaja, bahkan sebelum menjadi keluargamu yang sebenar-benarnya, kita benar-benar yakin, tak akan ada akhir untuk menjadi orang asing kini. Tekad yang bulat-bulat, ku telan mentah-mentah untuk berusaha menerima keadaan yang kini tengah ku harapkan hanya sebagai mimpi buruk. 

Semeyakinkan apapun aku menjelaskan kamu tak akan paham. Bahwa menunggu pimalinya sia-sia. 
Sekuat apapun aku melawan ingatan tentang banyak hal baik dahulu, sangat mudah terhapus dengan beberapa kesalahan kini. 

Kecewa yang terlalu curam adalah bentuk yang berharap begitu menghanyutkan. Sebab keyakinan yang paling serius adalah ketika kamu sujud sambil berdoa memintaku kepada Tuhan untuk disandingkan namamu berada tepat di  sebelah namaku, Tapi nyatanya, dalam berdoa pun ku seorang diri berperjuang. Berjuang seorang diri adalah mustahil, tapi jika dilakukan bersama adalah hidup. 

Tuhan jelas lebih tahu, untuk pantas tidaknya, untuk siap belumnya. Tuhan memang lebih bijak dalam menentukan durasi untuk bersama lalu terhenti didetik kesekian. Untuk memulai detak yang baru lagi. 

Tuhan jelas lebih ahli dalam menentukan perasaan tepat jatuh pada siapa, untuk menenangkan siapa dan dengannya. 

Disisinya aku berdoa agar disisimu selalu ada sosok yang tak akan pernah pamit meski kau memintanya pergi berkali-kali. Seperti aku yang pernah lelah berkali-kali tapi tidak sanggup untuk  untuk kemana-mana tanpamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar