Sabtu, 18 Maret 2023

Perjalanan menyelesaikan 'Gelar Master' yang tak ada selesainya di dunia hingga akhirat

Dulu, jauh di masa lalu, punya keinginan untuk tetap melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya, meskipun dengan otak pas-pasan, tapi saya punya tekun yang tak terbatas. Setelah 9 tahun kurang lebih saya baru bisa melanjutkan pendidikan lagi, di tahun 2021 dengan mengurangi waktu berleha-leha yang tidak sedikit. Ku jalani dengan penuh semangat dan bahagia. Ternyata setiap harapan itu ada masanya yah? Dalam hati, ku peluk erat-erat harapan ini yang sekarang jadi kenyataan. Selang beberapa bulan, tepatnya di bulan oktober 2021, saya dilamar, bukan seorang yang selalu ku sebut namanya dalam doa, tapi memang jodoh adalah dia yang mau bersungguh-sungguh. Di tahun 2022 januari kami menikah. Dengan tetap melanjutkan pendidikan, ku pikir cita-citaku memang besar, semangatku yang terus meningkat, tapi tenagaku yang minim. Doaku tiap saat adalah diberi kekuatan untuk menyelesaikan apa yang selalu bisa ku mulai. Sama halnya perjalanan rumah tangga, pelajaran hingga akhir hayat menurutku. Tak akan habis ujiannya, tak akan selesai semesternya. Ada fase dimana kita benar-benar hanya berserah sambil melaluinya dengan apa adanya. Pantas saja menikah ibadah terpanjang. Tidak cukup dengan perasaan saling cinta. Tidak cukup dengan mapan dan mandiri secara finansial. Tidak cukup dengan adanya semua kesempurnaan yang ada di dunia. Karna pernikahan menurutku ruang kosong yang serba kekurangan. Dan aku kamu yang akan mengisi itu semua. Entah dengan sakinah, mawaddah atau warahma. Tapi harus bisa dengan ketiganya. Setelah beberapa bulan melalui pernikahan saya memutuskan untuk fokus pada hal yang selalu di pertanyakan orang-orang setelah menikah.

Ku pikir semua berjalan mulus-mulus saja pada umumnya orang-orang. Tapi ternyata salah, kita hidup memang punya jalan masing-masing. Beberapakali ku intip kehidupan mantan orang yang dulu sering ku sebut namanya dalam doa, dia jauh justru lebih bahagia. Bukan berarti aku kurang bahagia dan membandingkan hidupku dengannya. Tapi sesekali terpikir kebahagiaan kita memang hanya sampai sebegitu saja, tidak akan melangkah maju. Memang beberapa orang tercipta hanya untuk lalu lalang, tidak untuk menetap, tidak untuk tinggal di hidup kita. Ku lanjutkan ibadahku bersama suami yang baru saja ku kenal meski sudah lama ku tahu dia ada di muka bumi. Suami yang benar-benar membuatku banyak belajar bahwa ternyata di muka bumi yang ku pijaki ini ada sosok seperti dia. Benar-benar ku buka dari halaman pertama untuk bisa tahu apa isi buku tersebut. Tidak terhitung sakit, bahagia dan kecewa yang sebenarnya semua orang pun lalui. Tapi benar-benar banyak yang tidak bisa ku mengerti tapi tetap harus ku terima dengan hati semesta, karna lapang saja tidak cukup bagiku. Terlepas dari proses saling mengenal, saya bersyukur bisa di cintai-mencintai dan mendapat orang tua baru, yaitu mertua saya yang sangat baik dan menyayangi saya. Beberapa bulan berjalan tidak dengan mudah. Dengan melakukan aktivitas perkuliahan saya pun sambil mengejar gelar ibu. Sungguh hal yang tidak mudah, jangan ditanya prosesnya, jangan ditanya seberapa banyak air mata yang tumpah. Sudah tidak terkirakan lagi bahkan untuk memenuhi danau pun sudah lebih. Bukan berlenihan, tapi memang kenyataan itu saya dan suami rasakan. Tiap bersujud ku serang Allah SWT dengan doa yang bertubi-tubi. Tidak sampai disitu saja, dalam tiap nafas pun tidak ada lagi keinginan selain meminta yang satu itu. Benar-benar tekun yah kita manusia ketika punya ingin terhadap Allah SWT. 

Beberapa bulan berlalu, hanya bisa kecewa dan berduka tiap datang bulan yang tak kunjung usai. Sampai keras kepalanya untuk tidak menganggarkan pembalut di tiap awal bulan tanggal gajian. Dan ternyata harapan, perjuangan  dan cita itu terjawab di waktu yang tidak kita duga kapan terjadi. Hidup memang misteri, apa yang kita minta, belum tentu harus di acc saat itu juga kan. Terserah Maunya Allah. Sang pemilik kehendak yah Allah SWT. Manusia dengan banyak ingin. Kurasa kurang baik apalagi Tuhan kepada saya, ketika terdzolimi justru pada saat itu pula doa-doa kita sampai. Dan kembali menjadi benang yang berdetak pertama kali. Masyaallah tabarakallah.... 

Tiap terbangun dari lelapnya tidur ku usap perut yang kini tiap hari makin membuncit. Baru kali ini merasakan bahagia karna kegendutan. Baru kali ini bisa makan sepuasnya tanpa pikir diet.  Berbagi nafas di rongga yang sama adalah pengalaman terbaik. Meski banyak engapnya, tapi tetap bahagia punya seseorang yang selalu mememani kesana kemari. 

Di tengah proses menyelesaikan studi, dengan nafas yang terengah-engah utun tetap kuat menemani. Perjalanan kampus yang terik dan lumayan jauh, kita bersama-sama naik ojek online, mondar mandir, sana sini, yang tidak jarang menginjak jalan yang bolong-bolong. Menaiki tangga hingga lantai 5 beberapa kali, meskipun lelah tapi rasanya senang, ada yang menemani, sungguh sepi tak lagi hidup di kepalaku. 

Hari ini, sebelum beberapa hari memasuki bulan suci ramadhan, ibu-ibu di kantor mengajak jalan-jalan dan makan-makan, sangat menyenangkan rasanya jika bisa ikut bergabung, tapi... banyak hal ketika berbadan dua seperti ini yang harus di jaga, ku urungkan inginku untuk tidak egois memilih kesenangan sementara, mungkin ini adalah proses bagi saya untuk menjadi orang tua. Yaitu untuk tidak memaksakan kehendak apalagi hal ini terkait keselamatan anakku. Meskipun dalam hati sangat ingin turut serta. Semoga segala ingin yang tidak mengutaman utun bisa mama redam yah nak. 

Di perjalanan sekarang ini, saya hanya selalu berharap dan berdoa. Semoga saat ini menjadi kosa kata kesukaanku.
Semoga semua rasa lelah ini menjadikanmu anak yang sholeh atau sholehah. Semoga hidupmu penuh berkah dan bermanfaat bagi semua orang, Semoga kamu selalu baik-baik saja di tengah hidup yang tidak akan selalu baik-baik saja. Semoga uma baba bisa menemani setiap langkahmu nak terlahir dan menapaki hidup di dunia. Semoga, semoga, semoga yang tidak akan ada habisnya untuk kamu si calon kebanggaan kami. 
Lav yu utun, dari uma yang saat ini masih berbagi nafas dan makan dengan satu raga bersamamu.

Jumat, 17 Maret 2023

jatuh cinta pertama ibu adalah anak yang ada di rahimnya 🥹🥺

Katanya tak kenal maka tak sayang, tapi nyatanya salah. Belum bertemu sudah secinta ini, apalagi namanya kalau bukan cinta pertama.

Aku rasa jatuh cinta sejati manusia, adalah jatuh cinta ibu kepada anaknya yah tentunya karna Allah. Hal yang luar biasa. Kita bisa mencintai apa yang belum kita jumpai, yang rupanya tidak pernah terlintas akan seperti apa, yang sikapnya akan sesholeh selehah bagaimana kita pun tak pernah bisa menerka. Yang seorang ibu lakukan hanyalah berjuang melalui 9 bulan kerinduan bertaruh nyawa dan segakanya, demi untuk membawanya hadir di muka bumi, bukan sekedar bagaimana dia terjaga dalam pelukan, bagaimana dia tumbuh dan berpendidikan, tapi bagaimana dia bisa berakhlak demi gelar jariyah yang bisa di upayakan ke orang tuanya. Ya Allah, dengan Kuasa-Mu, kita manusia biasa bisa merasakan tabjud yang tidak semua perempuan bisa rasakan. Ketika mengenang lagi masa remaja, sebenarnya yang terpikirkan lebih dulu bukan bagaimana bisa menjadi sukses dalam hal pekerjaan, tapi bagaimana saya bisa merasakan juga menjadi ibu. Dan memang benar, tidak semua yang kita inginkan, mudah kita dapatkan. 

Jika mengingat lagi hari belakangan kemarin, ketika sudah maksimal usahaku dalam istiqomah dan segalanya, kuteteskan lagi air mataku untuk bisa sampai ke bumi, meski tahu tak ada sayap untuknya bisa sampai ke langit. 

Mungkin seperti itu lelahnya berjuang, melalui masa dimana rasanya sedih karna di vonis dengan sesuatu yang mengakibatkan terhambatnya rezeki ini. Kusematkan ketidakmampuanku dalam shalat, kuucapkan dalam diam ketidak mampuanku untuk menghadapi ini dengan lapang. Katanya manusia diberi cobaan karna dia sanggup, tapi saya benar-benar tidak mampu, sambil berucap seolah bercengkrama bersama Tuhan. Kalau dikenang lagi, entah sederas apa mata ini menestaskan doa dengan derai, yang membekas di atas sajadah, kuulangi doaku berkali-kali ketidak sanggupanku. 

Beberapa kali menyalahkan takdir, yang berjuang lama akhirnya tak berakhir indah, sekarang di hadapkan lagi pada juang yang lain. 

Setelah menemukan jodoh, tentunya ada lanjutan dari cerita itu, yaitu untuk menjadi orang tua.

 Ada-ada saja yah hambatan untuk mencapai keinginan, padahal orang lain dengan mudahnya merasakan tanpa berupaya apa-apa. Ingin mengutuk hidup yang seolah tak ada adilnya🥺

 Memang setiap orang di uji dengan keyakinannya yang rapuh oleh harapan. Ketika kita dikabulkan keinginan satunya, keinginan yang lain akan di uji, ketika kita sudah berhasil melaluinya entah dengan bersyukur atau bersabar, di tenggelamkan lagi kita dalam duka, diangkat kemudian oleh harapan, lalu dijatuhkan lagi oleh kesedihan, semakin kita diberi, kita lupa untuk berhenti meminta, kita lalai dalam bersyukur.

Memang benar yah, Hidup memang masalah, tapi setelah kita berhasil melaluinya, kita merasakan hasil dari rasa sakit itu yaitu sebuah energi yang lebih besar, semakin kita naik kelas, semakin berat pula ujiannya, semakin kita dibuat sesak, ketika berhasil semakin lapang juga rongga dada kita untuk menahan tekanan-tekanan yang tiap saat bisa berubah.

Alam bawah sadar kita meminta untuk menghentikan siksaan ini, tapi kita terus mengulan rasa sakit dengan sadar meminta mengulang ujian ini dengan sebuah keinginan-keinginan yang tak ada habisnya.

 Sehingga kita bercita-cita menjadi lebih dari sebelum-sebelumnya lagi, dan lagi, kita semakin mengikuti arah dunia, lupa kalau tempat pulang adalah kematian. Ego memang selalu jauh terdepan.

Semoga kebahagianku saat ini, akan menjadi syukur bagiku suamiku, dan buah hatiku yang insyaallah selalu pandai bersyukur karna sudah lahir di rahim ibu dengan banyak kekurangan ini.