Bagaimana bisa aku merindumu dengan perumpamaan semesta, sedang semesta berlaku adil menduakan siang dan malam agar tetap akur berbagi persembahan.
Bagaimana bisa aku menyamakan rinduku adalah jarak? Karna aku merindumu tak berdiameter, tak menggunakan kata 'kecil', 'sedikit', ataupun '0' , ia semakin hari semakin bertumbuh.
Bagaimana bisa rinduku menyemai angin? Sedang aku merindu berarah tertuju tepat di ragamu, sedangkan angin adalah wujud abstrak yang tersesat, tak tahu arah.
Bagaimana bisa aku merindumu seperti hari? Yang berganti tiap gelap menyelimuti. Nyatanya aku merindumu mutlak, tak terelakkan, bahkan tak ada kata sebelum dan sesudah, kemarin atau pun lusa.
Maaf merindumu sedemikian memilukan dengan begitu banyak dan berkali-kali tanpa berarti apa-apa, aku hanya merindumu, sebagaimana rindu yang semestinya, maaf membuatmu kelelahan, mulai saat itu dan saat dimana rindu ini tak beraga, kamu akan memikul rindu yang kian hari makin berumur ini, nikmati rindu ini, semoga tidak menjadi bebanmu melangkah.
Istirahatlah. Kau harus mempersiapkan diri untuk kurindui lagi esok pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar