Sabtu, 18 Maret 2023

Perjalanan menyelesaikan 'Gelar Master' yang tak ada selesainya di dunia hingga akhirat

Dulu, jauh di masa lalu, punya keinginan untuk tetap melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya, meskipun dengan otak pas-pasan, tapi saya punya tekun yang tak terbatas. Setelah 9 tahun kurang lebih saya baru bisa melanjutkan pendidikan lagi, di tahun 2021 dengan mengurangi waktu berleha-leha yang tidak sedikit. Ku jalani dengan penuh semangat dan bahagia. Ternyata setiap harapan itu ada masanya yah? Dalam hati, ku peluk erat-erat harapan ini yang sekarang jadi kenyataan. Selang beberapa bulan, tepatnya di bulan oktober 2021, saya dilamar, bukan seorang yang selalu ku sebut namanya dalam doa, tapi memang jodoh adalah dia yang mau bersungguh-sungguh. Di tahun 2022 januari kami menikah. Dengan tetap melanjutkan pendidikan, ku pikir cita-citaku memang besar, semangatku yang terus meningkat, tapi tenagaku yang minim. Doaku tiap saat adalah diberi kekuatan untuk menyelesaikan apa yang selalu bisa ku mulai. Sama halnya perjalanan rumah tangga, pelajaran hingga akhir hayat menurutku. Tak akan habis ujiannya, tak akan selesai semesternya. Ada fase dimana kita benar-benar hanya berserah sambil melaluinya dengan apa adanya. Pantas saja menikah ibadah terpanjang. Tidak cukup dengan perasaan saling cinta. Tidak cukup dengan mapan dan mandiri secara finansial. Tidak cukup dengan adanya semua kesempurnaan yang ada di dunia. Karna pernikahan menurutku ruang kosong yang serba kekurangan. Dan aku kamu yang akan mengisi itu semua. Entah dengan sakinah, mawaddah atau warahma. Tapi harus bisa dengan ketiganya. Setelah beberapa bulan melalui pernikahan saya memutuskan untuk fokus pada hal yang selalu di pertanyakan orang-orang setelah menikah.

Ku pikir semua berjalan mulus-mulus saja pada umumnya orang-orang. Tapi ternyata salah, kita hidup memang punya jalan masing-masing. Beberapakali ku intip kehidupan mantan orang yang dulu sering ku sebut namanya dalam doa, dia jauh justru lebih bahagia. Bukan berarti aku kurang bahagia dan membandingkan hidupku dengannya. Tapi sesekali terpikir kebahagiaan kita memang hanya sampai sebegitu saja, tidak akan melangkah maju. Memang beberapa orang tercipta hanya untuk lalu lalang, tidak untuk menetap, tidak untuk tinggal di hidup kita. Ku lanjutkan ibadahku bersama suami yang baru saja ku kenal meski sudah lama ku tahu dia ada di muka bumi. Suami yang benar-benar membuatku banyak belajar bahwa ternyata di muka bumi yang ku pijaki ini ada sosok seperti dia. Benar-benar ku buka dari halaman pertama untuk bisa tahu apa isi buku tersebut. Tidak terhitung sakit, bahagia dan kecewa yang sebenarnya semua orang pun lalui. Tapi benar-benar banyak yang tidak bisa ku mengerti tapi tetap harus ku terima dengan hati semesta, karna lapang saja tidak cukup bagiku. Terlepas dari proses saling mengenal, saya bersyukur bisa di cintai-mencintai dan mendapat orang tua baru, yaitu mertua saya yang sangat baik dan menyayangi saya. Beberapa bulan berjalan tidak dengan mudah. Dengan melakukan aktivitas perkuliahan saya pun sambil mengejar gelar ibu. Sungguh hal yang tidak mudah, jangan ditanya prosesnya, jangan ditanya seberapa banyak air mata yang tumpah. Sudah tidak terkirakan lagi bahkan untuk memenuhi danau pun sudah lebih. Bukan berlenihan, tapi memang kenyataan itu saya dan suami rasakan. Tiap bersujud ku serang Allah SWT dengan doa yang bertubi-tubi. Tidak sampai disitu saja, dalam tiap nafas pun tidak ada lagi keinginan selain meminta yang satu itu. Benar-benar tekun yah kita manusia ketika punya ingin terhadap Allah SWT. 

Beberapa bulan berlalu, hanya bisa kecewa dan berduka tiap datang bulan yang tak kunjung usai. Sampai keras kepalanya untuk tidak menganggarkan pembalut di tiap awal bulan tanggal gajian. Dan ternyata harapan, perjuangan  dan cita itu terjawab di waktu yang tidak kita duga kapan terjadi. Hidup memang misteri, apa yang kita minta, belum tentu harus di acc saat itu juga kan. Terserah Maunya Allah. Sang pemilik kehendak yah Allah SWT. Manusia dengan banyak ingin. Kurasa kurang baik apalagi Tuhan kepada saya, ketika terdzolimi justru pada saat itu pula doa-doa kita sampai. Dan kembali menjadi benang yang berdetak pertama kali. Masyaallah tabarakallah.... 

Tiap terbangun dari lelapnya tidur ku usap perut yang kini tiap hari makin membuncit. Baru kali ini merasakan bahagia karna kegendutan. Baru kali ini bisa makan sepuasnya tanpa pikir diet.  Berbagi nafas di rongga yang sama adalah pengalaman terbaik. Meski banyak engapnya, tapi tetap bahagia punya seseorang yang selalu mememani kesana kemari. 

Di tengah proses menyelesaikan studi, dengan nafas yang terengah-engah utun tetap kuat menemani. Perjalanan kampus yang terik dan lumayan jauh, kita bersama-sama naik ojek online, mondar mandir, sana sini, yang tidak jarang menginjak jalan yang bolong-bolong. Menaiki tangga hingga lantai 5 beberapa kali, meskipun lelah tapi rasanya senang, ada yang menemani, sungguh sepi tak lagi hidup di kepalaku. 

Hari ini, sebelum beberapa hari memasuki bulan suci ramadhan, ibu-ibu di kantor mengajak jalan-jalan dan makan-makan, sangat menyenangkan rasanya jika bisa ikut bergabung, tapi... banyak hal ketika berbadan dua seperti ini yang harus di jaga, ku urungkan inginku untuk tidak egois memilih kesenangan sementara, mungkin ini adalah proses bagi saya untuk menjadi orang tua. Yaitu untuk tidak memaksakan kehendak apalagi hal ini terkait keselamatan anakku. Meskipun dalam hati sangat ingin turut serta. Semoga segala ingin yang tidak mengutaman utun bisa mama redam yah nak. 

Di perjalanan sekarang ini, saya hanya selalu berharap dan berdoa. Semoga saat ini menjadi kosa kata kesukaanku.
Semoga semua rasa lelah ini menjadikanmu anak yang sholeh atau sholehah. Semoga hidupmu penuh berkah dan bermanfaat bagi semua orang, Semoga kamu selalu baik-baik saja di tengah hidup yang tidak akan selalu baik-baik saja. Semoga uma baba bisa menemani setiap langkahmu nak terlahir dan menapaki hidup di dunia. Semoga, semoga, semoga yang tidak akan ada habisnya untuk kamu si calon kebanggaan kami. 
Lav yu utun, dari uma yang saat ini masih berbagi nafas dan makan dengan satu raga bersamamu.

Jumat, 17 Maret 2023

jatuh cinta pertama ibu adalah anak yang ada di rahimnya 🥹🥺

Katanya tak kenal maka tak sayang, tapi nyatanya salah. Belum bertemu sudah secinta ini, apalagi namanya kalau bukan cinta pertama.

Aku rasa jatuh cinta sejati manusia, adalah jatuh cinta ibu kepada anaknya yah tentunya karna Allah. Hal yang luar biasa. Kita bisa mencintai apa yang belum kita jumpai, yang rupanya tidak pernah terlintas akan seperti apa, yang sikapnya akan sesholeh selehah bagaimana kita pun tak pernah bisa menerka. Yang seorang ibu lakukan hanyalah berjuang melalui 9 bulan kerinduan bertaruh nyawa dan segakanya, demi untuk membawanya hadir di muka bumi, bukan sekedar bagaimana dia terjaga dalam pelukan, bagaimana dia tumbuh dan berpendidikan, tapi bagaimana dia bisa berakhlak demi gelar jariyah yang bisa di upayakan ke orang tuanya. Ya Allah, dengan Kuasa-Mu, kita manusia biasa bisa merasakan tabjud yang tidak semua perempuan bisa rasakan. Ketika mengenang lagi masa remaja, sebenarnya yang terpikirkan lebih dulu bukan bagaimana bisa menjadi sukses dalam hal pekerjaan, tapi bagaimana saya bisa merasakan juga menjadi ibu. Dan memang benar, tidak semua yang kita inginkan, mudah kita dapatkan. 

Jika mengingat lagi hari belakangan kemarin, ketika sudah maksimal usahaku dalam istiqomah dan segalanya, kuteteskan lagi air mataku untuk bisa sampai ke bumi, meski tahu tak ada sayap untuknya bisa sampai ke langit. 

Mungkin seperti itu lelahnya berjuang, melalui masa dimana rasanya sedih karna di vonis dengan sesuatu yang mengakibatkan terhambatnya rezeki ini. Kusematkan ketidakmampuanku dalam shalat, kuucapkan dalam diam ketidak mampuanku untuk menghadapi ini dengan lapang. Katanya manusia diberi cobaan karna dia sanggup, tapi saya benar-benar tidak mampu, sambil berucap seolah bercengkrama bersama Tuhan. Kalau dikenang lagi, entah sederas apa mata ini menestaskan doa dengan derai, yang membekas di atas sajadah, kuulangi doaku berkali-kali ketidak sanggupanku. 

Beberapa kali menyalahkan takdir, yang berjuang lama akhirnya tak berakhir indah, sekarang di hadapkan lagi pada juang yang lain. 

Setelah menemukan jodoh, tentunya ada lanjutan dari cerita itu, yaitu untuk menjadi orang tua.

 Ada-ada saja yah hambatan untuk mencapai keinginan, padahal orang lain dengan mudahnya merasakan tanpa berupaya apa-apa. Ingin mengutuk hidup yang seolah tak ada adilnya🥺

 Memang setiap orang di uji dengan keyakinannya yang rapuh oleh harapan. Ketika kita dikabulkan keinginan satunya, keinginan yang lain akan di uji, ketika kita sudah berhasil melaluinya entah dengan bersyukur atau bersabar, di tenggelamkan lagi kita dalam duka, diangkat kemudian oleh harapan, lalu dijatuhkan lagi oleh kesedihan, semakin kita diberi, kita lupa untuk berhenti meminta, kita lalai dalam bersyukur.

Memang benar yah, Hidup memang masalah, tapi setelah kita berhasil melaluinya, kita merasakan hasil dari rasa sakit itu yaitu sebuah energi yang lebih besar, semakin kita naik kelas, semakin berat pula ujiannya, semakin kita dibuat sesak, ketika berhasil semakin lapang juga rongga dada kita untuk menahan tekanan-tekanan yang tiap saat bisa berubah.

Alam bawah sadar kita meminta untuk menghentikan siksaan ini, tapi kita terus mengulan rasa sakit dengan sadar meminta mengulang ujian ini dengan sebuah keinginan-keinginan yang tak ada habisnya.

 Sehingga kita bercita-cita menjadi lebih dari sebelum-sebelumnya lagi, dan lagi, kita semakin mengikuti arah dunia, lupa kalau tempat pulang adalah kematian. Ego memang selalu jauh terdepan.

Semoga kebahagianku saat ini, akan menjadi syukur bagiku suamiku, dan buah hatiku yang insyaallah selalu pandai bersyukur karna sudah lahir di rahim ibu dengan banyak kekurangan ini.

Minggu, 17 April 2022

hati-hati di jalan hati yang tengah kau susuri

Ternyata benar, tak ada yang tak bisa kita lalui, dan hidup tak akan pernah baik-baik saja. 

Setelah melalui hidup yang begitu sedih, kita akan dipertukan tawa lagi, lalu sedih lagi, bahagia laki, seolah hidup adalah pusaran ombak. Yang berganti sesuai aturan alam. 

Ternyata menjadi orang asing benar-benar mudah bagi hubungan pacaran. Setelah melaluinya baru menyadari bahwa, Kita tidak pernah benar-benar jadi siapa-siapa di hidup seseorang dengan hubungan yang sesaat itu. Kita tidak pernah benar-benar berarti berada di sisi siapapun. Bahkan dengan sekalipun banyak cinta. 

Perasaan tak pernah benar-benar terpelihara dalam hubungan yang sepele itu. 

Setelah memasuki dunia pernikahan. Akhir dari drama status. Setelah duduk di pelaminan, adalah awal dari masalah baru, its true. Mana ada hidup yang akan selalu baik-baik saja? 

Siapapun, yang masih bernafas, akan ada masalah di tiap nafasnya. Ini yang dimaksud hidup. 

Kita hanya tak pernah bisa menerka, akhir dari bagian cerita kita akan berujung kemana? Benar-benar hanya Tuhan dan semesta yang tahu. Kita mungkin berharap, mengharap, menginginkan. Tapi ada yang lebih dari semua itu. 
Takdir, bahwa demikian tak akan pernah salah memilih tempatnya. Semua jalan menuju ke sana, sudah Allah SWT buat rutenya. Jangan tanya kesana mana? I dont know. Akupun masih sering bertanya-tanya. Tuhan maksudnya apa yah? Yang pasti, Sang Pencipta selalu memberi yang terbaik. Meski tak terbungkus dengan rapih, seperti kado-kado ultah. Tapi yang terbaik adalah yang pas untuk kita kenakan. Seperti memakai baju. Jodoh adalah yang pas untuk kita. 

Mamuju, 17 april 2022
Malam ke 15 ramadhan, dengan 3 hari kalla puasa 🥺

Minggu, 07 November 2021

senantiasa di sukma

Malam malam, seperti menatap bintang yang samar, terlintas potretmu dengannya, yang sudah sangat jauh melupakan kenangan kita. Mungkin langit membuat semua ini sangat mudah bagimu. Tapi ku bersyukur hari demi hari yang tanpa tawamu membuatku kini mampu tertawa dan terbiasa. Ku bersyukur akan kepergianmu kini tak terasa menyayat lagi. Ku berterimakasih pada angin yang bisa ku belai tanpa rasa sedih karna harus melalui rasa pedih berhari-hari untuk terbiasa tanpa pesan darimu. Semoga yang akan kau temukan adalah seseorang yang lebih menyayangimu dari yang dulu pernah aku lakukan. Semoga malammu tak lagi melelahkan mengingat pagi yang akan menagih janji untuk dipenuhi. Semoga tidurmu pulas tanpa mempertimbangkan keputusan terberat apa yang harus kamu pilih. Semoga keputusan mengakhiri hubungan kelak untuk menuju pelaminan. Meski bukan denganku yang cengen, meski dulu harapan kita pernah sama rasa, semoga kamu tak pernah merasakan sepi saat bersama dia yang kamu pilih saat ini untuk menggantikan posisiku di hidupmu. Semoga harimu selalu berarti karna ada dia disisimu. Doakan aku yang akan memulai hidup yang sebenarnya, hidup yang sama sekali tidak pernah terlintas akan ku lalui bukan dengan kamu. Doakan aku selalu ikhlas atas segala hal yang pergi atau terlepas dariku. Semoga sabar selalu menguatkanku untuk menghadapi segala yang tanpa sabarmu lagi. Semoga semua doa terbaikku untukmu berbalik ke aku yang selalu menyimpanmu jauh... jauh... di sukma. Dan semoga aku tak akan pernah menjadi perdebatan atau perbandingan baik burukku akan dia yang kini bersamamu. Semoga kamu akan mengenang segala yang baik dariku terlebih dengan banyak burukku terhadapmu. Maafkan penantianku yang panjang dan melelahkan membuat kita menyerah akan satu sama lain. Memang jarak membuat kita makin jauh, memang rindu akan memudar seiring waktu berlalu. Memang kenangan akan sirna setelah ada sosok baru. Semoga kamu dan setiap hal di hidupmu selalu dalam keadaan baik-baik saja, meski aku tanpamu tidak pernah baik-baik saja.

Selasa, 02 November 2021

mengikhlaskan ≠ merelakan

Hubungan yang terlalu lama memang tidak selamanya menjadi akhir yang indah, hal ini justru membuat kita makin jauh, makin mengenal makin membuat semuanya menjadi biasa saja. Hubungan yang kian kesini tidak menunjukkan arah yang pasti. Kita makin menjauh, rasa makin memudar, rindu makin datar. Mungkin karna rasa juga punya umur masing-masing. Merasa sepi menyakiti, membuat diri makin prihatin pada kamu yang asyik dengan duniamu. Kadang ingin berlalu pergi, pergi yang jauh dan berharap kamu akan mencari. Justru menjadi hal yang sia-sia. Perih yang datang malah silih berganti, tak pernah letih mengakhiri. Sudah sampai mana perjuangan ini? Jika saja waktu tidak membuat rasa kita menua, apa kan hilang kemungkin untuk kita sekali lagi manjadi asing? 
Jika aku, kamu, kita menengadah ke langit dengan harap yang sama, apa semesta akan merestui? 
Jika kita sama-sama berhasil dalam usaha untuk sukses, apa kita masih saling menemani saat berusaha kini tak lagi susah payah? 
Sepi benar-benar pilu. Iya mengingatkanku akan satu hal. Pada rencana kita untuk masa depan yang kini gagal. 
Andai waktu punya solusi tepat untuk cepat melupakan. 
Andai tidur mmembuatku terlelap, ku harap semua ini hanya mimpi. 
Andai kamu tak tergesa untuk memilih pergi dari hidupku, aku kira aku bisa cukup rela. Melepasmu dengan pelan-pelan. Mengikhlaskanmu dengan perlahan dan cukup hati-hati.
Andai jarak yang tak berarti, apakah kita akan selalu baik-baik saja? 
Andai batin mu tak terkoyak, apa masih ada celah untuk menyembuhkannya dengan maaf dan air mata?
Justru perih silih berganti, kecewa makin naik level, kamu yang sudah jauh pergi, aku yang masih tetap disini...
Kulangkahkan lagi, kupaksakan lagi kekuatan untuk berjalan menyisiri setiap sudut kota, bersama langkahmu yang tak lagi ada. 
Apa kita akan baik-baik saja? Jika bukan lagi aku, kamu, kita? Apa benar kita harus berakhir dengan cara yang menyakitkan? Apa dengan tega adalah jalan keluarnya? Apa dengan menyakitiku kamu akan tetap baik-baik saja? 
Jika benar bukan aku, kita bahagia yang kamu cari, mari saling berjanji, bahagialah dengan caramu. Bahagialah dengan tidak lagi mengingat hal yang menyakitkan yang dulu pernah kita hadapi. Berjanjilah untuk lebih bahagia lagi dari apa yang dulu pernah kita lalui.

Kamis, 15 Juli 2021

perbandingan milikku dan milikmu.

Malam yang sendu, hujan selalu saja menyisakan dingin dan sepi, begitu pula kenangan, selalu menyisakan kecewa meski banyak bahagia telah berlalu jauh lebih dulu di lampau. Ku amati lumat-lumat, orang-orang yang menyakiti lalu, hidupnya bahkan lebih bahagia dari apa yang terlihat dari layar handphone, terlebih lagi di dunia nyata. Selalu saja ku pertanyakan kepada Tuhan. Meski tahu hal itu adalah dosa. 

Seharusnya hal demikian tak pantas muncul di kepala, tapi naluri manusia yang penuh dosa selalu saja berontak, berbisik dari lubuk benak. Tidak sekalipun kutemukan jawabannya. Meski pasti, jawaban itu selalu ada. 

Hal lain, alasan mengapa aku yang selalu jadi yang tertinggal dalam segala hal, apa untuk lebih giat?, agar supaya di ujian selanjutnya lebih tabah?, atau mungkin jarak antara hatiku dan Tuhan sudah terlampau jauh dari rasaku ke kamu? Mungkin memang semua yang terjadi butuh alasan dan sebab sehingga kita selalu di pertemukan pada perseteruan argumen. Saling menyalahkan, saling membela diri, saling mengukur perjuangan, padahal semua rasa yang dulu adalah suka rela tanpa pamrih. Saling menuntut akan memberi dan diberi. Padahal dulu, kita selalu saja saling mengupayakan akan segala hal. Saling memberi arti, saling memberi ruang untuk juang yang tak sedikit waktu.

Perlahan waktu dan langkahmu yang makin samar, makin tak ku temukan dirimu, membuatmu berubah, membuatmu beda, mengenal seseorang yang lain, menjadikanku perbandingan, antara baik dan banyak buruk yang dulunya kamu terima dengan lapang. 

Lalu berubah menjadi hal yang tak dapat kamu tolerir, setelah perjalanan kita yang hampir sempurnah.

Selalu ku ingin menjadi jahat, demi untuk membalas rasa kecewa, dengan benar-benar berniat. Lalu luluh lantah, tak berdaya ketika pesan singkat darimu yang berisi 'maaf'
Sungguh tak ada dayaku untuk berusaha menjadi jahat kala itu adalah cara ringkas yang menurutku setimpal untuk kamu rasakan pula. Tapi sampai pada niat, sama sekali tak bernyali untuk menghidupkan niat busuk yang akan membuatmu kecewa. 
Sebesar itu usahaku membuatmu terjaga, dari rasa kecewa. Dari rasa khawatir, dari segala rasa yang menyesakkan rongga dada. 

Memang hati yang lemah, adalah tempat paling bisa untuk menangisi segala hal dan menjadi baik-baik saja setelahnya. 

Kamu tahu kenapa sampai saat ini aku belum siap baik-baik saja? 
Sebab, begitu banyak bahagia kita dulu, yang selalu ku bandingkan dengan bahagia yang ku hadapi saat ini, yang masih seumur jagung, sama sekali berbeda dwngan kenangan yang dulu kita bangun berdua. Bukan karna dia yang pergi jauh lebih baik dari yang saat ini tengah berusaha mendapatkan hatiku. Bukan, bukan sama sekali, hanya saja, waktu membuatku terbiasa menghadapi sosok kemarin. Yang sungguh membuatku sedih, bukan karna tak lagi tahu kabarmu, tapi karna gagalnya rencana masa depan yang ku rakit dengan sepenuh jiwa yang saat itu rapuh. Sosok pemendam ketika mengekspresikan amarah di kepala, dia yang memilih diam saat marah adalah kebiasaanku saat itu, meski kadang kebingungan, 'aku salah apa yah?' Tanpa berpikir panjang,  ku akan meminta maaf dari dia yang bertahun-tahun selalu punya maaf untukku yang cukup kekanakan. Kadang ketika amarahnya belum juga reda, membuat diri berhari-hari merenung, sebab yang menjadikan dia kesal bahkan hal yang sama sekali tak terduga, dari waktu ke waktu yang ku habiskan bersama selama kurang lebih 5 tahun. Masih saja ku dapati diriku terbiasa meminta maaf tanpa tahu kesalahanku apa. 

Sampai saat ini, rindu masih sendu, beradu pada haru, sebab hari ini ku lihat senyum dibibirmu yang bukan lagi untukku, bukan aku yang tepat di sampingmu, mendapati kabar baik darimu, bukan aku lagi ruang untuk segala moodmu yang kacau. Menikmati senyummu adalah hal yang paling hangat, yang bisa aku dapatkan dari kamu yang lebih banyak diam dan asyik dengan duniamu sendiri. 

Ku ingat lagi, terkadang ketika ku rindu merdunya tawamu yang terbahak, ku coba untuk menggelitik bagian sensitif yang ada ditubuhmu. Kamu akan sangat terbahak ketika merasa geli. 

Ku ingat lagi, ketika menemanimu bermain futsal, sederas apapun keringat yang jatuh dari tubuhmu, sama sekali, tak meninggalkan aroma tak sedap. Kamu yang bahkan memakai parfum sesekali pun tak pernah ku dapati kamu dengan bau jigong, tidak termasuk bau kentut. Selama melalui hari-hari beberapa tahun kemarin, tidak sekali pun, indra penciumanku memprotes wangimu yang kurang enak. Sungguh beberapa dari banyak hal yang ada padamu adalah hafalan di luar kepalaku.

Sekuat apapun, kuberjalan, selalu saja album foto 'kita' ku buka sambil menitikkan beberapa butiran air mata. Sambil menengadah dalam-dalam benak bertanya dan masih mengira semua ini hanya mimpi belaka. Bahwa kita akhirnya menjadi orang asing dengan sengaja, bahkan sebelum menjadi keluargamu yang sebenar-benarnya, kita benar-benar yakin, tak akan ada akhir untuk menjadi orang asing kini. Tekad yang bulat-bulat, ku telan mentah-mentah untuk berusaha menerima keadaan yang kini tengah ku harapkan hanya sebagai mimpi buruk. 

Semeyakinkan apapun aku menjelaskan kamu tak akan paham. Bahwa menunggu pimalinya sia-sia. 
Sekuat apapun aku melawan ingatan tentang banyak hal baik dahulu, sangat mudah terhapus dengan beberapa kesalahan kini. 

Kecewa yang terlalu curam adalah bentuk yang berharap begitu menghanyutkan. Sebab keyakinan yang paling serius adalah ketika kamu sujud sambil berdoa memintaku kepada Tuhan untuk disandingkan namamu berada tepat di  sebelah namaku, Tapi nyatanya, dalam berdoa pun ku seorang diri berperjuang. Berjuang seorang diri adalah mustahil, tapi jika dilakukan bersama adalah hidup. 

Tuhan jelas lebih tahu, untuk pantas tidaknya, untuk siap belumnya. Tuhan memang lebih bijak dalam menentukan durasi untuk bersama lalu terhenti didetik kesekian. Untuk memulai detak yang baru lagi. 

Tuhan jelas lebih ahli dalam menentukan perasaan tepat jatuh pada siapa, untuk menenangkan siapa dan dengannya. 

Disisinya aku berdoa agar disisimu selalu ada sosok yang tak akan pernah pamit meski kau memintanya pergi berkali-kali. Seperti aku yang pernah lelah berkali-kali tapi tidak sanggup untuk  untuk kemana-mana tanpamu.

Jumat, 23 April 2021

ruang = (rindu × jarak)

Katanya rindu menguatkan, iya justru melemahkan, bahkan sampai pada persendian, iya terasa menyakitkan, bayangkan saja berapa persendian yang ada di tubuh manusia. 

Mengenang kebersamaan membuat isak makin teriak. Katamu jarak membuat kita selangkah lebih dekat dalam bersatu, nyatanya satu atap pun tak kunjung patuh. Katanya terpisah hanya sementara, pada akhirnya menjadi selamanya. Sudah cukup untuk mengatasnamakan rindu dari segala penjuru jarak dan waktu. Sebab tak lagi ku dapati, janjimu kian berlabuh. Sudah cukup tangis mengantar doaku ke langit, sebab usahamu tak turut menyertai. Sudah cukup untuk semua perjalanan yang tanpa akhir, sebab menanti bukan lagi takdir. Yang ku yakini, kesendirian saat ini, akan membawaku pada perjalanan yang panjang, entah akan di temukan, atau kau yang lebih dulu menemukan. Kita tidak sedang beradu jadi lebih bahagia satu sama lain. Kita hanya sama-sama sedang berjalan, dengan tujuan yang berbeda, sebagaimana mestinya perjalanan membawa kita untuk lebih menjauh dari kenangan lalu. Agar luka tak lagi menganga, agar duka tak lagi berkuasa. Agar aku dan kamu sembuh pada rapuh yang membisu. Meski semu, kita akan selalu ada pada kenangan itu. Cukup mengingatmu pada suka, tidak pada duka. Sebab benci adalah jejak cinta yang masih menjadi misteri untuk ku hapus seutuhnya. Sebab sukar tak mungkin tertukar pada belukar. Sebab hari ini tak akan mengalah pada indah hari kemarin. Tak akan ada perbandingan, sebab tak ada timbangan yang tepat untuk mengukur seberapa bahagiamu ketika denganku atau pun kini dengannya. 

Cukup untuk jarak yang ku sesalkan setiap saat. Sebab berada di dekatmu saat itu tak membuat rinduku sama sekali berkurang, bahkan semakin mengembang. Seolah balon yang tak pernah kenyang oleh angin. Seolah ruang yang tak pernah meratapi sepi, seolah dada yang takkan sesak oleh udara.