Kamis, 30 Januari 2020

pulang, sedih ikut ambil bagian.

Bagi kami sehat adalah kemewahan, bagi orang tua anak-anaknya adalah kekayaan, tapi bagi anak, orang tua adalah dunia dan akhiratnya.

Hari ini benar-benar menyedihkan, mengetahui sekaligus secara bersamaan dan tiba-tiba sungguh membuatku menahan pukulan di dada berkali-kali. Hari yang paling menyakitkan bagi kami anak, ketika mendapat kabar bahwa orang tua kami sedang tidak baik-baik. Secara bersamaan pikiran dan hati juga ikut tak karuan, mungkin setiap anak seperti ini. Kita anak tak pernah benar-benar bisa membayar lunas segala kasih sayang yang orang tua telah berikan. Meski dengan menghabiskan air di lautan tak akan cukup pengorbanan anak agar bisa setara dari pengorbanan orang tua yang tak pernah menganggap hal itu sebagai suatu pengorbanan. Bahkan ku pikir saudara yang sudah menjadi orang tua saat ini belum sepenuhnya mengerti akan hal itu, apalagi saya.

Kamu tahu apa yang membuat hati remuk lalu jatuh berkeping-keping? Bukan karna ditinggalkan seorang kekasih yang membuat dunia kita runtuh sekejap mata. Dia bukan siapa-siapa yang berhak membuat diri kita terasa menyedihkan setiap pagi, siang, sore dan malam. kita bahkan sesering itu melebih-lebihkan perasaan sakit hati, lalu lupa dan tidak tahu diri, ada orang tua kita yang selalu setia berdoa untuk kebahagiaan anak-anaknya. 

Tadi pagi, diseberang jaringan seluler telpon genggam ku dengar suara tangis, menerjang seluruh pedih ke segala arah sendi-nadi. Memohon untuk aku anaknya segera pulang. Menyakitkan sekali mendengar itu yang dari mana asal gendang telinga dan seluruh ragaku terlahir.

Ketika anak mulai bepergian jauh, mereka merelakan sedih dan sepinya demi untuk mencapai cita-cita anak-anak mereka, meski sedih keduanya selalu senantiasa mendoakan segala harapan terbaik yang ada di benak kami anaknya. 

Doa kedua orang tuaku adalah "kabulkan semua doa-doa anakku Ya Allah" tidak ada doa terbaik melainkan doa ke dua orang tua. Yang cintanya tidak meminta balas, tidak meminta lebih.

Hari itu masih ingat, mama sedih anak perempuan kedua-duanya belum di rezekikan jodoh, sambil bercanda ku jawab, "sabarki toh, doakanka" dengan mata berkaca-kaca sambil menjawab "tua sekalima nak, dak kuatma nanti apa-apa"
Auto buru-buru masuk kamar mandi sambil nyalakan kran air, nangis, saya memang terlahir dengan lebih tinggi kantong air mata dibanding ukuran badan.

Ketika pulang definisi bagiku adalah pulang ke rumah orang tua, tapi hari ini pulangku seolah berada di persinggahan. Pulang tanpa keberadaan mama di rumah adalah perjalanan yang belum tuntas. Saya tidak akan bisa hidup tanpa kedua orang tua adalah ungkapan yang ku yakini, sebab setiap anak yang telah kehilangan orang tuanya adalah seseorang yang berusaha melanjutkan hidup. Karna bagiku hidup akan terasa lebih berarti ketika di dunia, setiap jam-jam shalat, doa orang tua terhadap anaknya terbang ke langit, memohon agar Allah SWT senantiasa menampung segala harapan untuk jadi nyata. Entah hari ini, kelak atau kapan pun itu kami yakin Allah SWT akan kabulkan.

Doaku tiada terkira untuk kedua orang tuaku setiap detik, setiap detak, setiap nafas, dan di semua ruang di kepalaku, agar di angkatnya penyakit kedua orang tua terkasihku, dan seluruh umat islam yang sedang sakit di dunia, "syafâhumullâh" bagi kedua orang terkasihku.
Aamiin Allahumma Aamiin...

Selamat beristirahat wahai kelopak mata yang mulai menebal, jangan nangis besok akan baik-baik saja, dari aku, jiwa untuk kamu raga yang selalu berusaha kuat dan sabar. Aamiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar