Ku pikir kita bisa saling mengenal lebih banyak, tapi nyatanya kita semakin ingin melupakan jauh lebih terjal, kupikir dengan terlalu sering menatap fotomu bisa mengobati kesakitan yang begitu sakti, nyatanya luka itu makin menggelegar, ku pikir mencari tahu kabarmu membuatku tenang, tapi hari ini kabarmu mengusik, membuatku kacau, bahkan sangat balau. Kupikir kita sama-sama menjauh hanya untuk berpikir, menghilangkan ego yang begitu pekat pada raga yang kita naungi masing-masing. Tapi hari ini, kamu memperlihatkan kepada dunia kebahagiaanmu, dan aku mempertontonkan kesedihanku, ku pikir kita adalah rasa yang saling berbalas, nyatanya kita sama-sama jatuh cinta, aku kepadamu, kamu kepadanya. Aku bahkan banyak berpikir di lanjutkan berangan untuk memulai ruang obrolan di tahun 2020 bersamamu yang sudah memiliki ruang tersendiri dengannya. Ruang chat yang sangat mengasyikkan dan paling dinanti-nanti, dan bukan lagi dari kontakku. Hhh...
Cukup membuatku kembali meneteskan sakit yang tersalurkan di kelopak mata yang berhari-hari ini memang kurang sehat. Kasihan matanya harus menanggung sakit yang hati tengah tempuh. Hanya menyelesaikan penyesalan karena sosokku yang sangat mudah kau ganti dengan bidadari manis yang hari ini kau semangati. Wajar jika sedihku sangat panjang malam ini, sebab siang hari aku lelah memikirkanmu sembari melakukan pekerjaan kantorku. Aku tak ahli dalam memikirkan dua hal dalam satu waktu. Maaf kenangan itu menyakiti ku dan mu. Kita memang beda, kita adalah potongan yang retakannya tak beraturan, dan jika disatukan seperti puzzel tak akan bisa utuh. Kita memang hampir sependapat dalam beberapa hal kecil, tapi tidak menjadikan kita serasi. Hari di saat aku mengulang waktu kelahiranku yang berjalan satu arah, kau mengupload foto sok imut dengan capt "untuk yang menanti dan diam-diam mendoakanku" tadinya ku pikir untukku, nyatanya aku terlalu geer, pada like-like yang kamu bubuhkan di beberapa fotoku. Aku terlalu percaya diri untuk mengira hal tersebut adalah kode, untuk kita dapat berbaikan. Kamu tahu, perasaan memang seperti itu, terlalu membuat lemah dan tak berotak waras. Ku pikir penantianku berakhir di malam penghujung tahun, malam yang jauh-jauh hari telah kita rencanakan untuk bertatap senyum langsung, tanpa perantara sinyal dan tanpa dukungan kuota. Sialnya aku memang sang ahli penanti dan kamu yang juru kunci petualang sejati. Kita memang di takdirkan hanya untuk saling tahu tidak untuk mengenal. Kita memang dipertemukan hanya untuk pelik, tidak untuk menjadi peluk. Dengan banyak kekurangan yang sama-sama tidak dapat kita pahami. Niat yang berkali-kali pun tak kunjung terjadi, entah aku yang penakut atau kamu yang pengecut. Kita memang sudah kalah pada suatu keadaan. Kita memang tak seirama pada suatu tangga nada. Kita memang tak sependapat pada rongga yang kian padat, kita memang tak sepaket pada detak yang makin waktu semakin melemah. Kita memang dua kutub pada bagian yang saling tolak menolak. Aku menolak lupakanmu. Dan kamu yang menolak mengingatku. Kita memang sama. Kamu yang ingin sendiri dan aku menyendiri, kamu yang ingin pergi, dan aku mengasingkan diri. Kita benar-benar sama, sama-sama berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar